Part 2 – Kecewa

29840724-256-k263954

Aku kembali…. 🙂 Happy Reading!

***

“Permisi….” Kharina kembali ke ruang makan beberapa saat setelah pria itu meninggalkannya. Jantungnya berdetak kuat dan napasnya tidak beraturan, jadi ia perlu menenangkan dirinya. Kharina tersenyum-yang lebih tampak seperti meringis-kepada kedua orang tua pria itu. Gadis itu merasa tidak enak telah meninggalkan ruangan terlalu lama.

Kharina tidak berani mengangkat kepalanya sama sekali saat berjalan kembali ke tempat duduknya. Gadis itu meremas jari-jarinya secara tidak sadar, membuat Fany menyeringit heran. “Kamu kenapa sayang?” tanyanya melihat Kharina yang tampak tidak sehat.

“Rin, tante Fany sedang berbicara kepadamu.” Yuliana memegang-sedikit mengguncangnya-bahu Kharina saat melihat putrinya itu bergeming, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

“Ah, ya.” Gadis itu bereaksi setelah tersadar dari lamunannya. “Ada apa ma?” tanyanya kemudian. “Tante Fany bertanya kepadamu,” ujar Yuliana lalu menatap Fany.

“Kamu baik-baik saja sayang? Kamu kelihatannya tidak sehat,” tanya Fany mengulang pertanyaannya.

Kharina menggelengkan kepalanya. “Aku tidak apa-apa tante,” jawabnya kemudian, kembali tersenyum. Kemudian pandangan Kharina berpindah dan tidak segaja bertemu dengan pria di depannya yang menatapnya tajam, tidak berkedip sedikitpun.

Gadis itu menelan salivanya dengan susah payah. Pria itu, yang duduk di depannya. Ia tidak berubah sedikitpun. Kharina tidak bisa melupakan kedua mata tajamnya yang dulu selalu menatapnya penuh cinta, kemudian hidung mancungnya yang sering digunakan pria itu untuk menggodanya di lehernya, dan bibir pria itu yang melumatnya dengan dengan cinta.

Kharina tersenyum miris. Kini semuanya tidak lagi sama. Matanya tidak lagi memancarkan rasa cintanya yang menggebu-gebu, namun kebencian yang mendalam. Pria itu menatapnya dengan tatapan merendahkan. Mengintimidasinya dengan segala kelebihan yang ia miliki.

Pria itu tampak berbeda karena kini ia tampak semakin tampan dengan kulitnya yang bersih, serta pakaian mahal yang melekat di tubuhnya, membuatnya tampak semakin menawan. Tubuhnya yang tegap juga memancarkan kemaskulinan. Kharina hampir saja menenggelamkan diri ke pelukan pria itu jika saja tidak mengingat betapa jijiknya pria itu padanya. Menatap Kharina seolah-olah ia adalah pasien dengan penyakit menular berbahaya.

***

“Jadi bagaimana?” tanya Alex setelah para pramusaji membersihkan meja maka. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam mereka. Tentu saja Kharina dan Benny lebih banyak diam dan mendengarkan ketimbang ikut meramaikan pembicaraan orang tua kedua belah pihak. Kharina yang sibuk dengan pemikirannya sendiri dan pria itu yang terang-terangan menatap Kharina dengan wajah datarnya. Tidak melepaskan pandangannya sedikitpun dari gadis itu, mengamati setiap inchi wajah gadis di depannya.

“Maksud Papa?” tanya Fany bingung.

“Benny dan Kharina. Bagaimana pandangan kalian tentang perjodohan ini? Papa sangat berharap mendengar kabar baik dari kalian.”

“Benar, Ben. Kharina anak yang cantik, juga baik. Mama saja menyukainya, seharusnya kamu seorang pria lebih, Ben.” Fany menggoda putranya lalu tersenyum geli.

Benny sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari Kharina. Ia bahkan menangkap wajah gadis itu memerah, mungkin tersanjung dengan pujian ibunya.

Cih, Cibir pria itu dalam hati. Wanita murahan sepertimu bersemu hanya karena dipuji seperti itu? Akting yang bagus Kharina.

“Bagaimana, Ben? Kamu bersedia melanjutkan perjodohan ini?” tanya Fany tidak sabar melihat putranya tidak kunjung menjawab.

“Ya. Mama benar. Dia gadis yang cantik, baik, dan…,” Benny menggantungkan kalimatnya, “menarik. Aku menginginkannya” lanjutnya, membuat Fany terpekik senang dan Kharina mendongak menatap Benny dengan mata elangnya.

Kharina tidak menyangka pria itu akan mengucapkan hal-hal seperti itu. Ia mengira Benny akan menolak perjodohan ini mengingat betapa bencinya pria itu kepadanya. Ia bahkan menganggap perkataan pria itu untuk menerima perjodohan ini hanya untuk merendahkannya semata karena tidak menyangka akan bertemunya di tempat ini. Pria itu hanya membalaskan dendam dengan berkata kasar kepadanya.

Kharina bahkan sempat menangkap nada ejekan saat pria itu mengucapkan kalimat tersebut. “Bagaimana denganmu, Kharina? Mami harap kamu sependapat dengan Benny,” tanya Fany kali ini kepada Kharina, membuat setiap orang menatapnya cemas. Kecuali pria itu, pandangannya tajam, menusuk.

“Aku….”

***

Kharina memasukkan barang-barang yang dibutuhkannya ke dalam troli belanjaan. Gadis itu tampak menimbang-nimbang, berusaha mengingat barang apa saja yang dibutuhkan. Setelah memastikan semua barang telah diambilnya, Kharina mendorong troli tersebut ke arah kasir dan membayarnya.

Kharina tersenyum puas sambil membawa kantong-kantong belanjaan di kedua tangannya. Dia akan membuatkan sebuah kue ulang tahun sebagai kejutan untuk Andrian, kakak laki-laki keduanya yang akan berulang tahun tiga hari lagi. Kharina sangat menyukai cake apalagi proses pembuatannya. Sebenarnya cita-citanya adalah menuntut ilmu di bidang pastry, namun ia tahu ayahnya tidak akan setuju dengan keputusannya, maka ia mengambil jurusan bisnis internasional. Ayahnya ingin semua anak-anaknya memiliki jiwa bisnis seperti dirinya.

“Huft….”

“Kau ada masalah? Menghembuskan napas begitu kuat,” ujar seseorang membuat Kharina terkejut mendapati pria itu berada di tempat ini.

“B-benny? Sedang apa kau di sini?”

“Mami menyuruhku menjemputmu dan mengantarkanmu pulang. Aku menelpon ibumu dan beliau berkata kau sedang belanja kebutuhan untuk membuat kue. Jadi kupikir kau pasti berada di sini.” Benny bersikap acuh tidak acuh. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantong celananya. Tubuhnya ia sandarkan di mobil hitamnya. Pria itu memang memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu keluar toko.

“Kau mengigatnya, Ben,” lirih Kharina berbinar. Pria itu hanya menatap Kharina tidak mengerti dengan arah pembicaraan gadis itu.

“Tempat ini. Kau masih ingat kalau kita selalu membeli bahan untuk membuat kue-“

Tubuh Benny menegang saat mengerti maksud Kharina. “Tidak!” potong Benny. “Kau jangan besar kepala. Aku tidak pernah mengingat apapun. Memangnya apa yang sudah aku lewati dengan nona Kharina putri dari seorang pengusaha tambang terkenal di Indonesia.” Lagi-lagi Kharina merasakan nada mengejek dalam kalimat pria itu.

Kharina menghela napas dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

“Masuk,” ujar pria itu datar. Kembali ke sifat dinginnya. “Aku akan mengantarmu.” Benny langsung memutar tubuhnya dan masuk ke mobil tanpa repot-repot membukakan pintu untuk Kharina, membut gadis itu lagi-lagi harus menelan kekecewaannya.

Benny dan Kharina menghabiskan perjalanan mereka diam. Kharina hanya menatap keluar jendela tanpa memikirkan apapun. Ia bahkan tidak sadar Benny terkadang menatapnya dari sudut matanya. Gadis itu baru tersadar saat pria itu mengatakan bahwa mereka sudah sampai. Kharina menyerngit heran. Benny tidak membawanya ke rumahnya.

“Kita makan malam dulu, baru aku mengantarmu pulang,” jelas Benny seolah mengerti pertanyaan Kharina lewat tatapan matanya yang bingung. Mereka turun dari mobil. Benny berjalan di depan melewati Kharina tanpa berniat menunggu gadis itu. Pria itu baru mensejajarkan langkah mereka saat memasuki restoran.

Seorang anak laki-laki berusia sekitar 3 tahun berlari dari arah berlawanan, tidak sengaja menyenggol tubuh Kharina. Gadis itu kehilangan keseimbangan karena menggunakan sepatu berhak tinggi dan hampir saja terjatuh ke lantai jika sebuah lengan kokoh berwarna kecoklatan tidak menahan dan merengkuhnya ke sisinya.

Wajah keduanya begitu dekat sampai-sampai Kharina dapat merasakan deru napas Benny tepat di wajahnya. Kharina memejamkan matanya menyadari pria itu semakin mendekatkan wajahnya.

“Apa yang kau harapkan? Jangan berpikiran macam-macam. Aku hanya tidak ingin kau merusak reputasiku dengan wajah yang mendarat sempurna di lantai, akan sangat memalukan.” Benny berhasil membisikkan kalimat tersebut di telinganya dengan dingin, terdengar begitu jahat di telinga Kharina, sangat menyakitkan. Lalu melepaskan rengkuhannya kasar membuat Kharina menggigit bibir bawahnya gusar.

Memangnya kau pikir dia akan bersikap seperti apa padamu. Kharina berusaha menguasai dirinya yang sudah ingin menangis saat itu juga.

***

Aku kembali membawa part 2… Bagaimana tanggapan kalian dengan part ini? Tolong tinggalkan komen dan vote ya…. Jika apresiasi kalian tinggi, aku akan berusaha untuk sering mengupdate cerita ini.  Nantikan part selanjutnya.
Thank you 🙂

Leave a comment